Implementasi Khauf dan Mahabbah sebagai terapi bagi gangguan kecemasan” : Komparasi pendapat Al-Ghazali dan Rabiah Al-Adawiyah

Peradaban modern yang menyebabkan membawa manusia menuju kehancuran manusiawi, ketakutan, kegelisahan, kecemasan dan kecurigaan, yang bercampur aduk dan perjalanannya menuju batas akhir yang mengerikan. Gejala-gejala ini sampai saat ini belum dapat teratasi, bahkan dapat dikatakan semakin buruk, sehingga masyarakat dewasa ini semakin banyak dilingkupi oleh kecemasan, akan tetapi sebaliknya mereka mengalami krisis takut kepada Allah, sedang kecemasan merupakan penyebab utama dari berbagai gangguan kejiwaan. Mereka tahu kecemasan bagaimana cara mengatasinya. Permasalahan ini tidak lepas dari penyakit hati. Oleh sebab itu penulis mengambil komparasi pendapat al-Ghazali dan Rabiah al-Adawiyah mengenai implementasi khauf dan mahabbah sebagai terapi bagi kecemasan, sebagai kajian dalam penelitian ini, karena begitu besarnya perhatian beliau tentang hati, penyakitnya, serta obatnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana konsep khauf dan mahabbah al-Ghazali dan Rabiah al-Adawiyah serta bagaimana perannya dalam memberikan terapi terhadap gangguan kecemasan. Penelitian ini merupakan library research atau penelitian literatur, yang menggunakan data primer yang membahas tentang khauf dan mahabbah. Teknik dalam mengumpulkan data dengan membaca, klasifikasi dan analisis dengan metode interpresi. Selanjutnya data yang terkumpul dianalisis dengan metode diskriptif kualitatif dan metode content analysis (analisis isi). Dari penelitian ini penulis menemukan bahwa konsep khauf menurut al-Ghazali adalah suatu getaran dalam hati berupa kepedihan dan kebakaran hati ketika ada perasaan akan menemui hal-hal yang tidak disukai dan konsep mahabbah menurut Rabiah al-Adawiyah adalah pemberian Tuhan, karena Tuhanlah yang menyingkap tabir, dan keadaan itulah terjadi mahabbah. Khauf dan mahabbah sempurna dari hal, ilmu dan amal. Khauf merupakan obat, yang mana dengan khauf hati diobati. Faedah mahabbah sejati juga tampak dalam sikap ridha terhadap segala yang menimpa dan dianggap sebagai hal yang memang dikehendaki oleh Allah swt. Karena dengan ridha, seorang hamba akan merasa bahagia saat mendapat musibah seperti kebahagiaan saat mendapat kenikmatan. Sehingga menjadikan hidup ini menjadi bermakna karena dapat menimbulkan semangat dan optimisme. Keduanya adalah motivataor yang dapat menggerakkan dan membimbing pada kebaikan dan ketaatan serta giat dalam menjalankan kebaikan dan ketaatan, juga giat menjauhi larangan, meninggalkan kejahatan dan kemaksiatan